Momentum sumpah pemuda memang selalu dirayakan
dengan penuh hitmat oleh sebagian besar pemuda pemudi indonesia. Tak terkecuali
mahasiswa yang secara konsisten terus melakukan berbagai kegiatan setiap
tahunnya. Berbagai bentuk acara baik aksi, diskusi dan pentas bertajuk
perjuangan pemuda selalu digaungkan pada tanggal 28 oktober. Berbagai macam
opini pun yang disampaikan melalui orasi maupun tulisan selalu menekankan
bangkitnya semangat pemuda untuk kembali pada asas fundamental sumpah pemuda.
Namun apakah kemudian, pada sekarang ini mahasiswa sebagai pemegang mahkota
idealisme turut andil secara total dalam membina masyarakat dan dirinya sendiri
sebagai bagian dari bangsa ? dan apakah peringatan sumpah pemuda cukup sakti
untuk menumbuhkan kembali kesadaran mahasiswa dalam menjaga keutuhan sumpah
pemuda ?.
Jiwa perjuangan yang tertuang dalam sumpah pemuda
bahwa bertumpah darah, berbangsa dan berbahasa satu sedang mengalami pergulatan
dengan budaya asing yang mencaplok kesadaran para pemuda. Kita akui saja bahwa
dalam kehidupan sehari-hari segala hal berbau budaya barat lebih kental melekat
pada mahasiswa dibanding budaya bangsa sendiri. Mulai dari cara berpakaian,
tren makanan, musik dan berbagai macam obrolan disadari atau tidak sangat
berbau budaya asing. Kearifan bangsa seakan merupakan hal primitif yang harus
dihapuskan pada kehidupan mahasiswa. Lalu seakan muncul pemikiran segala macam
bentuk budaya negeri sendiri adalah barang usang yang lebih pantas di museumkan
dalam buku sejarah.
Realistas yang terjadi, kita (mahasiswa) sedang
dihadapkan dengan bencana nyata bahwa kesadaran mahasiswa dalam merayakan
sumpah pemuda terus mengalami penurunan. Hal ini terlihat bahwa peringatan
sumpah pemuda di tingkat mahasiswa sebagian besar hanya dimeriahkan oleh
anggota organisasi pergerakan maupun organisasi kampus. Sedangkan keterlibatan
mahasiswa non pergerakan atau non organisasi terkadang dibenturkan dengan
alasan banyaknya tugas kuliah dan pekerjaan lain. Muncul kesan bahwa mahasiswa
sekarang adalah generasi mahasiswa yang tidak suka secara aktif mengikuti
acara-acara bertajuk kebangsaan. Disisi lain, kita masih memiliki PR bersama
bahwa masalah sekat politis ragam pergerakan terkadang menyebabkan hambatan
seluruh mahasiswa untuk melakukan gerakan bersama. Alasan-alasan perbedaan
pandangan maupun ideologi selalu menjadi alibi untuk tidak bersatu dalam satu
konsep perjuangan yang tidak dicampuri dengan urusan kelompok dan dibumbui
dengan tujuan menunjukkan eksistensi belaka.
Introspeksi Diri
Mahasiswa sebagai kaum intelektual memiliki cara
analisis tersendiri dalam merespon masalah yang terjadi dalam negeri, baik pada
nantinya menjadi landasan untuk melakukan kritik jurnalistik terhadap
pemerintah maupun menjadi dasar untuk turun kejalan melakukan aksi demonstrasi.
Berbagai macam tema demonstrasi yang diteriakkan dengan lantang, mulai dari
masalah kemiskinan, korupsi, HAM dan kesenjangan sosial seakan-akan menjadi hal
wajib yang harus diperjuangkan. Namun kita masih lupa untuk melihat ke dalam
diri kita sendiri. Bahwa sejatinya masalah dalam negeri kita sedang bertunas
dan perlahan mengakar dalam jiwa mahasiswa.
Terlepas dari segala bentuk perjuangan yang kita
teriakkan lantang, terlepas dari segala idealisme sumpah pemuda yang kita akui
sebagai landasan kita hidup, terkadang kita masih menghalalkan pelanggaran
aturan-aturan kecil etika dalam ber-negara maupun ber-masyarakat. Kita sudah
terlalu lama bermimpi-mimpi pada perubahan besar sedangkan apa yang menjadi
aturan-aturan disekitar kita acuhkan. Hal-hal mendasar seperti etika berbicara,
etika agama, etika lalu lintas seakan dilupakan begitu saja sedang kita
mengurusi hal-hal yang dianggap lebih besar urgensinya. Justru hal-hal mendasar
yang telah disebutkan terkadang dapat menjadi meriam panas yang
meluluhlantahkan perjuangan mahasiswa. Apa jadinya mahasiswa yang mengkutuk
korupsi, kolusi dan nepotisme sedangkan dirinya menarik diam-diam anggaran
kegiatan kemahasiswaan kampus. Apa jadinya mahasiswa yang meneriakkan
kesenjangan sosial sedangkan dirinya sendiri melakukan perbuatan asusila
didalam kampus. Apa jadinya mahasiswa yang mengaku garda terdepan perubahan
bangsa sedangkan dirinya melanggar aturan larangan merokok. Apa jadinya
mahasiswa yang menuntut dan meneriakkan keadilan terhadap pelecehan kitab suci
sedang dirinya sendiri mengihiasi keseharian dengan unkapan-ungkapan kotor.
Maka pada akhirnya, mari kita tata ulang apa yang
seharusnya mahasiswa perjuangkan. Penaatan diri terhadap aturan-aturan kecil
yang ada dilingkungan kita merupakan bentuk pengimplementasian nilai-nilai
sumpah pemuda. Karena perjuangan tidak melulu berkaitan dengan perang, menumbangkan
rezim atau demonstrasi besar-besaran. Maka dari itu, sembari kita mengurusi
parasit besar negeri ini maka sembari kita belajar untuk menghormati dan
mengimplementasikan aturan-aturan kecil kita dalam bermasyarakat dan bernegara.
Karena apa gunanya kita menebang penyakit bangsa sedang kita menebarkan
benih-benih dan menyiram tunas-tunasnya kembali.
GREAT
BalasHapus